FUNGSI KOOR DI GEREJA HURIA KRISTEN BATAK PROTESTAN
(HKBP) HELVETIA MEDAN
ABSTRAK
In this research observed about
the function of choir in Huria Kristen Batak Toba church in Helvetia Medan. In
order to answer this, the writer will use the qualitative method by using the
interdicipline theories. The result of this research shows that the choir in
the church of HKBP has ‘important’ function and role. This ‘important’ choir in
HKBP church can be seen from the
implementation of the worship service weekly, this choir always on the service.
This choir is not only for entertaining but also has Didaktis (Teaching)
function in imparting the words of Jesus Christ. This church sees that choir as
the learning process to learn about Jesus Christ (Ephesians 5: 18-19). That is why, there
should be no choir in worship service in church weekly in HKBP Helvetia so
through with HKBP generally, it can be seen from what exactly is the nature of
the sight of the church choir. When the nature of choir is only a source line of the ‘problem’ and created a ‘split’, it’s
better to eliminate the choir from the worship service.
________
Keywords: function, choir, music church, HKBP
Helvetia.
1.
PENDAHULUAN
Di dalam sejarah
perkembangan musik gereja dari jaman Perjanjian Lama sampai dengan jaman modern
saat ini, kita dapat melihat bahwa dalam masing-masing jaman atau pergerakan
terdapat konsep berpikir yang berbeda dalam bentuk dan gaya musik gereja.
Musik gereja
dari waktu ke waktu semakin berkembang, baik dari segi fungsi maupun
strukturnya. Bila dilihat pada masa awalnya, musik gereja yang digunakan dalam
Gereja Ortodoks dan Katolik dengan memakai modus gerejani dalam penggarapan
musiknya. Modus gerejani tersebut
adalah: dorian, frigian, lidian,
miksolidian, eolian, dan ionian. Modus-modus musik gereja ini sering ditemui
pada masa Yunani dan Romawi yang kemudian sebagai sumber kebudayaan Barat.
Seiring dengan perkembangan
jaman, bentuk dan struktur musik gereja termasuk di dalamnya nyanyian ibadah
mulai berkembang ke arah yang inovatif, yaitu: nyanyian yang lebih
disederhanakan agar lebih mudah untuk dinyanyikan jemaat. Nyanyian ini merupakan gaya nyanyian yang berbeda
dari musik katolik, seperti musik Gregorian. Yang terpenting dalam musik
Gregorian adalah perkembangan bentuk dan teknik polifonik. Salah satu bentuk nyanyiannya adalah
strofik dengan stabilitas pembentukannya
dari bait ke bait. Bentuk strofik ini
kemudian dipakai oleh para reformator dalam menciptakan syair-syair rohani. Pada masa
Protestan, musik gereja yang berkembang terutama adalah koor (choir) dan berdasas kepada harmoni.
Perkembangan koor[1] di
gereja ‘ber-aliran Protestan’ menjadi pesat pada jaman sekarang ini, ‘koor’ ini
telah mengambil bagian yang penting dalam tata ibadah gereja, sebagai contoh:
di gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), hampir setiap ibadah gereja
yang dilakukan pasti ada kelompok paduan suara yang melantunkan nyanyian saat
ibadah kebaktian. Peneliti memandang perlu kenapa ‘koor’ harus ada dalam
kebaktian, bagaimana seandainya bila ‘koor’ ditiadakan dalam kebaktian, apa
yang terjadi?, adakah yang ‘hilang’ disana?.
Untuk menjawab ini, perlu
dilakukan kajian lebih lanjut agar jangan ada lagi keragu-raguan tentang
keberadaan koor dalam ibadah gereja dan juga pendapat yang selama ini menjadi
dilema ‘bahwa koor yang ada di HKBP’ terlalu banyak dan hanya ‘memperlama
durasi ibadah saja”.
Paduan suara berasal dari kata
‘suara yang terpadu’ yang terdiri dari paduan suara besar atau kecil. Dengan demikian paduan suara adalah bernyanyi
secara serentak, terpadu dengan keselarasan volume yang baik dan terkontrol,
mengikuti keselarasan harmoni dan juga memberikan interprestasi yang
sedekat-dekatnya pada kemauan komposer (Harahap, 2005:1). Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa seluruh jemaat yang bernyanyi dalam kegiatan ibadah kebaktian dapat dikelompokkan
sebagai suatu paduan suara.
Pada masa dulu, istilah “koor”
digunakan di dalam partitur nyanyian gereja untuk menandai bagian nyanyian yang
harus dinyanyikan secara bersama-sama oleh seluruh jemaat atau yang harus
diulangi oleh para penyanyi; jadi sama seperti fungsi refrein dalam partitur nyanyian sekarang ini[2].
Berdasarkan sejarah dapat
ditemukan bahwa paduan suara unisono merupakan tipe paduan suara tertua karena
pada masa-masa awal perkembangannya, kelompok biduan bernyanyi hanya dengan
satu suara (belum dikenal kategori suara SATB).
Inilah paduan suara yang dikenal di dalam Alkitab, misalnya paduan suara
imam-imam di Bait Allah atau paduan suara sejenis sesuai gender juga sudah
dikenal sejak zaman Alkitab[3].
Di HKBP Helvetia istilah koor
mengacu pada dua pengertian yaitu koor sebagai kelompok paduan suara gereja dan
koor sebagai musik vokal kelompok koor yang ada di gereja HKBP Helvetia; koor
sebagai musik vokal merujuk notasi atau partitur koor.
Penulis yang aktif melayani sampai saat ini di gereja HKBP Helvetia sebagai
song leader melihat bagaimana koor
itu selalu ada dalam setiap acara ibadah kebaktian. Penulis
ingin meneliti bagaimana fungsi koor menurut kelompok paduan suara gereja HKBP
Helvetia.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Sebelum melakukan penelitian ini, penulis terlebih
dahulu melakukan studi kepustakaan, yaitu mencari literatur-literatur yang
berhubungan dengan objek penelitian ini. Tujuan dari studi kepustakaan ini adalah
untuk mendapatkan dasar – dasar teori dan menelaah literatur-literatur tersebut
dengan penelitian dalam lingkup pengkajian dan penciptaan seni secara umum dan
pembahasan koor secara khusus
Untuk mendukung pengetahuan dan pemahaman penulis
dalam membahas permasalahan yang ada, maka penulis mempergunakan beberapa buku
acuan. Buku-buku acuan tersebut antara lain
:
1.
James
G. Salct and Percy M. Young. “Chorus”, The
New Grove dictionary of Musik and Musicians, Vol. 4[4]. Kamus ini amat membantu penulis terutama
untuk menguraikan tentang asal usul paduan suara, perkembangan paduan suara
mulai dari zaman kuno, Abad Pertengahan, Renaisans, Barok hingga perkembangan
paduan suara pada Abad ke-20.
2.
Alfred
Simanjuntak, 2006. Kisah Kidung. Yayasan Musik Gereja di Indonesia, Jakarta . Memberikan
informasi tentang berbagai sejarah penciptaan nyanyian gereja
3.
Buku
Ilmu Melodi karya Dieter Mack pada bagian pertama disampaikan tentang Choral
Gregorien dan beberapa contoh gaya
melodi dari zaman ke zaman yang dianalisa untuk menciptakan bagaimana membuat
melodi yang baik. Tulisan ini sangat
membantu untuk melihat cara menganalisa melodi dalam koor yang menyebabkan
kesan ‘rasa’, sedangkan ritme meliputi berbagai kesan fungsional (tanda-tanda,
suasana ritual, iringan musik) sampai dengan ide-ide siklus ’ritme kehidupan’.
4.
Buku
Folk Song Style and Culture[5]
karya Alan Lomax . Buku ini berisi hasil
analisis ilmiah tentang style dan budaya lagu-lagu rakyat.
5.
The Organ and Choir in
Protestant Worship[6] (1968) karya Edwin
Liemohn, berisi tentang Hasil Riset beberapa musisisi dari beberapa gereja
tentang perkembangan koor.
6.
Choral Music : Technique
and Artistry
karya Charles W. Heffernan. Buku ini berisi tentang partitur koor yang harus
memperhatikan vokal, teknik koor dan seni koor.
3. METODE PENELITIAN
Dalam
penelitian ini penulis menggunakan pendekatan metode kualitatif karena beberapa
pertimbangan, yang pertama: menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila
berhadapan dengan kenyataan ganda, kedua: metode kulitatif menyajikan secara
langsung hakekat hubungan antar peneliti dan responden, dan ketiga: metode
kulitatif ini lebih peka dan lebih dapat
menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap
pola-pola yang dihadapi.
Untuk
mencapai tujuan dalam tulisan ini, penulis menggunakan dua metode yaitu: metode
literatur dan metode wawancara. Metode
literatur adalah metode yang menggali tesis ini melalui buku-buku, majalah,
surat kabar, kamus, dan artikel-artikel lainnya. Metode ini
digunakan untuk menambah pengetahuan dan melengkapi/membantu metode
literatur. Untuk memperoleh data/informasi dalam penulisan karya ilmiah ini,
penulis melakukan wawancara dengan Pengurus gereja HKBP Helvetia, kelompok Koor
dan jemaat gereja. Dalam hal ini penulis bertindak sebagai instrumen untuk
mengumpulkan data mengenai fungsi koor bagi mereka.
Letak geografis dari gereja HKBP Helvetia masuk dalam kecamatan Medan Helvetia yang berbatasan
dengan Medan Sunggal di sebelah Barat, Medan Barat di Timur, Medan Petisah di
sebelah Selatan, Medan Marelan di sebelah Utara. Gereja HKBP Helvetia ini diapit oleh satu jalan utama
dan dua jalan yang kecil/gang, yaitu; (1) sebelah kiri gereja HKBP Helvetia
adalah Jalan Flamboyan IV; (2) sebelah kanan gereja HKBP Helvetia adalah Jalan
Flamboyan III; dan (3) didepan gereja HKBP Helvetia adalah Jalan Mawar. Posisi Gereja HKBP Helvetia tepat dilintasi
oleh jalan utama di Perumnas Helvetia sebelah
kiri dari jalan Bom, sehingga gereja HKBP Helvetia secara otomatis banyak
dilewati oleh kendaraan pribadi maupun angkutan umum.
Masyarakat di lingkungan
sekitar gereja HKBP terdiri dari masyarakat yang heterogen, yaitu; dihuni oleh
berbagai suku, seperti; suku Batak lainnya (Karo, Simalungun, Mandailing),
orang Jawa, orang Aceh, orang Padang dan orang India Tamil. Walaupun masyarakat di
sekitar gereja HKBP Helvetia terdiri dari berbagai suku dan agama, masyarakat
di sana dapat menjaga kerukunan beragama sehingga tercipta suasana yang damai
dan hidup dengan tenteram.
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Posisi Koor dalam Pelaksanaan Ibadah Minggu Di HKBP
Helvetia
Ibadah minggu merupakan suatu
kegiatan upacara keagamaan yang dipimpin oleh majelis gereja dan pelayan
Tuhan. Jemaat bersekutu dengan Allah dan
Allah pun berfirman melalui ibadah. Jemaat boleh
lebih mengenal dan mengerti akan firman Tuhan serta membuat jemaat sadar untuk
memuji penciptanya. Dengan ibadah ini
juga jemaat semakin diperbaharui sehingga menjadi manusia yang beriman serta
mampu memancarkan kasih.
Ibadah adalah alat untuk
menjalin pertemuan dalam kata-kata, dengan maksud bukan hanya untuk proklamasi
dengan Allah, tetapi melalui pembacaan Alkitab, Khotbah, Pengampunan Dosa dan
pemberitaan manusia dapat mengerti maksud tentang perjumpaan antara Allah
dengan manusia atau umatNya dalam kebaktian.
Sebelum memulai Ibadah, Majelis
Jemaat HKBP Helvetia berkumpul di konsistori mempersiapkan diri melayani
Ibadah. Petugas-petugas yang melayani adalah majelis jemaat yang sudah
ditentukan melalui roster/jadwal pelayanan.
Sebelum berangkat ke gereja,
majelis jemaat berdoa memohon kekuatan Allah supaya segala pelayanan diberkati
dan menjadi kemuliaan bagiNya. Setelah sampai di gereja,
para petugas menempati posisi masing-masing. Liturgis sebagai pimpinan
ibadah langsung mengambil tempat di altar. Kemudian Liturgis mengucapkan kata-kata sambutan
kepada jemaat atas kedatangan mereka ke Bait suci dan diarahkan untuk
bersungguh-sungguh mengikuti ibadah.
Urutan
kebaktian Minggu di gereja HKBP Helvetia adalah sebagai berikut:
-
Nyanyian Bersama
-
Votum-Introitus-Doa
-
Nyanyian Bersama
-
Pembacaan Hukum Taurat (Pelayan membacakan ke-10 Hukum
Taurat dan membacakan pesan Tuhan mengenai hukum tersebut, ia dapat pula
menggantinya dengan membaca bagian tertentu dari alkitab, konfessi, RPP)
-
Nyanyian Bersama
-
Pengakuan dan Pengampunan Dosa
-
Nyanyian Bersama
-
Membaca Epistel
-
Nyanyian Bersama
-
Pengakuan Iman
-
Koor
-
Warta Jemaat
-
Koor
-
Nyanyian Bersama sambil mengumpulkan
persembahan I dan II
-
Khotbah
-
Nyanyian Bersama sambil mengumpulkan
persembahan III
-
Doa Penutup (persembahan, Bapa Kami dan
Berkat)
-
Jemaat menyanyikan : Amin-Amin-Amin.
Di Gereja HKBP Helvetia, kelompok ‘koor’ bernyanyi setelah selesai
pengakuan Janji Iman, biasanya jumlah koor yang tampil adalah dua paduan suara
sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan pada minggu berapa kelompok tersebut
bernyanyi.
(Dokumen Pribadi)
Gambar 2 : Koor Ina
Par Ari Kamis Melantunkan Lagu
(Dokumen Pribadi)
4.2. Fungsi Koor Di HKBP Helvetia Menurut Jemaat
Kata “koor” merujuk pada pengertian ‘koor’ itu sebagai kelompok koor atau
paduan suara. Dari hasil pengamatan dan hasil wawancara penulis dengan jemaat,
anggota koor dan Majelis gereja HKBP Helvetia maka dapat ditemukan beberapa
fungsi koor menurut mereka. Adapun
fungsi koor tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sebagai wadah pendewasaan
iman jemaat.
Kelompok-kelompok koor yang ada di gereja HKBP Helvetia
membuat jadwal latihan koor sekali dalam seminggu. Dalam pelaksanaan latihan
koor selalu diawali dengan kebaktian singkat. Melalui kegiatan ini anggota koor
dibekali dengan materi-materi pendalaman Alkitab.
2. Sebagai media untuk menghibur dan menguatkan
jemaat yang sedang berduka/ kemalangan maupun dalam sukacita.
Pada umumnya, kelompok koor yang ada di HKBP mempunyai
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART). Dalam AD/ART ini telah diatur hak dan
kewajiban tiap-tiap anggota. Salah satu
dari kewajiban itu adalah mengunjungi anggota yang sakit, kemalangan, berduka,
dan pernikahan. Dalam setiap kunjungan ini, kelompok koor akan membawakan satu
atau dua lagu koor yang sesuai dengan keaadaan yang dikunjungi (sakit,
kemalangan, pernikahan, dan lain-lain).
3. Komunitas koor menjadi wadah
bertukar pikiran baik
Biasanya sebelum latihan koor dimulai, para anggota koor
melakukan pembicaraan tentang pergumulan sehari-hari baik dalam hal keluarga,
pekerjaan, anak, cita-cita, cinta, dan yang lainnya.
4. Merupakan wadah
pembelajaran musik
Menjadi anggota satu kelompok koor mengharuskan seseorang
mengikuti latihan koor dalam waktu yang sudah disepakati. Dalam latihan koor,
anggota koor setidaknya mendapat pemahaman tentang teori-teori musik meliputi:
cara membaca notasi angka, harga-harga not, tempo, dinamika, ekspresi, dan yang
lainnya.
4.3.
Ibadah Kebaktian Tanpa Koor Di Gereja HKBP Helvetia
Pada tahun 2009-2010 yang lalu terjadi ’krisis’ yang berkepanjangan di
tubuh Gereja HKBP Helvetia dimana terjadi perbadaan pendapat antara otoritas
gereja dengan jemaat sehingga perpecahan terjadi disana. Salah satu perpecahan ini terlihat pada kelompok koor
yang bernama Koor Ina Maria. Kelompok koor ini mengalami perpecahan di sesama
anggota dan pengurus dalam hal adanya kecemburuan dalam mengisi acara-acara
anggota koor yang kurang seimbang sehingga berlanjut samapai ke gereja.
Pada suatu minggu, dua kubu bernyanyi di dalam ibadah gereja secara
bergiliran sehingga memicu keributan dan acara ibadah yang sempat berhenti.
Keadaan ini terus berlanjut pada minggu-minggu berikutnya yang mengakibatkan
tidak kondusifnya ibadah kebaktian.
Berikut adalah hasil wawancara penulis dengan mantan
Pendeta Ressort Helvetia mengenai peranan ’Koor” dalam ibadah gereja :
Mamereng
kondisi na hurung kondusif, pemimpin gereja mar rapot dohot mambuat keputusan,
ima mansohot ma sude par koor di parmingguon.
Di mulana i, hira na hurang do rasana molo dang adong koor diparmingguon
alana nungga gabe budaya na turun-temurun.
Koor namansohot on hampir lobi hurang dua taon berlangsung, alasanna asa
sude angka par koor mangantusi aha do fungsi utama angka koor diparminggua on.[8]
Terjemahan bebas:
Melihat kondisi ini, pimpinan
gereja melakukan rapat dan mengambil keputusan meniadakan/moratorium koor dalam
acara ibadah kebaktian minggu. Pada
awalnya, rasanya ada yang kurang dalam kebaktian itu sebab kebiasaan yang sudah
turun-temurun harus ada koor dalam kebaktian minggu. Kebaktian tanpa koor
berlangsung kurang lebih 2 tahun dengan tujuan intropeksi diri akan fungsi
utama koor itu dalam kebaktian.
Bila melihat kejadian tersebut
dapat kita pahami bahwa koor di dalam ibadah kebaktian minggu tidak menjadi
suatu keharusan. Selama ini yang terjadi adalah hanya ”kebiasaan yang
turun-temurun” yang kemudian dianggap sebagai kebenaran yang hakiki dan tidak
ada toleransi untuk peniadaan koor dalam ibadah kebaktian minggu. Untuk
dipahami bahwa fungsi koor bukanlah untuk memberikan sajian atau menghibur.
Supaya jelas, baiklah kita melihat dulu apa sebabnya Gereja ber-Nyanyi.
Di
Alkitab tercatat bahwa Tuhan Yesus ber-Nyanyi (Matius 26:30), ada kemungkinan
Nyanyian itu berasal dari Mazmur 114-118 karena terjadi pada Perjamuan
Paskah. Tradisi Gereja yg ber-Nyanyi ini adalah kelanjutan dari tradisi
Agama Yahudi yg memberi tempat penting bagi ber-Nyanyi dalam Ibadah di bait
Allah (Tradisi ini bisa dilihat di Kitab Nyanyian Mazmur). Kemudian dalam perjalanannya,
Murid-murid Tuhan Yesus mulai mengadakan kebaktian yang makin terpisah dari
Ibadah Agama Yahudi, namun kebiasaan ber-Nyanyi ini tetap dilanjutkan (Kolose
3:16), ayat dalam Kitab Kolose ini mau memperlihatkan bahwa Nyanyian mempunyai
fungsi Didaktis (Pengajaran) dalam menanamkan Firman Kristus dan untuk
lengkapnya bahwa dari awalnya, Gereja memandang Nyanyian sebagai sarana Belajar
dan Mengajar tentang Kristus (Efesus 5: 18-19)[9].
Siapa yg disuruh ber-Nyanyi
oleh kedua ayat itu? Jelas, semua warga Gereja. Jadi Gereja adalah
Umat yg ber-Nyanyi, sebab dengan ber-Nyanyi kita saling Belajar dan Mengajar
tentang Iman dalam Kristus.
Berikut ini adalah wawancara
tentang bagaimana peranan dan fungsi koor dalam ibadah kebaktian di gereja HKBP
Helvetia.
Peran
dan Fungsi koor pada hakikinya adalah memampukan Umat ber-Nyanyi. Paduan
Suara/Koor bukanlah sekedar menghibur Umat melainkan memberi Contoh, Topangan, dan
Dorongan kepada Umat untuk dapat ber-Nyanyi dengan baik dan benar. [10]
Mengapa perlu ada Contoh dan Topangan itu? Sebab
ber-Nyanyi tidaklah mudah, kita perlu belajar ber-Nyanyi dan tiap-tiap orang
bisa belajar ber-Nyanyi. Kalau Gereja tidak belajar ber-Nyanyi maka dalam
Ibadah akan tampak kelemahan dan kejanggalan.
Kelemahan
pertama adalah bahwa Umat/Jemaat kurang memahami sifat sebuah Nyanyian padahal
tiap Nyanyian mempunyai Karakter, Pesan, dan Makna yg berbeda. Banyak
Orang mengira bahwa semua Nyanyian Gereja adalah Pujian padahal tidak semua
Nyanyian Gereja merupakan Pujian, ada pula Nyanyian yg bersifat lain seperti,
Penyesalan, Pengakuan Percaya, Penyerahan Diri, Pengucapan Syukur, Pengakuan
Dosa, dll. Tiap karakter mempunyai cara pengungkapan tersendiri dimana Nyanyian
yg bersifat Pujian cocok diungkapkan dengan perasaan gembira, tetapi Nyanyian
yang bersifat Penyesalan atau Permohonan lebih cocok di Nyanyikan dengan
Perasaan Syahdu.[11]
Berikut ini kelemahan lainnya yang sering terjadi.
Kelemahan
lainnya yg sering terjadi adalah menyanyikan sebuah lagu dengan tempo yang
keliru padahal tiap lagu termasuk pada kategori tertentu : adagio,
moderato, allegro dan sebagainya. Kelemahan lain juga adalah teknik pengambilan
nafas pada tempat yang keliru.
Itulah sebabnya kita memerlukan Paduan Suara/Koor, Solois
untuk memampukan Umat/Jemaat ber-Nyanyi dengan baik dan benar. Untuk itu, Paduan Suara/Koor perlu terus
menerus berlatih supaya benar-benar bisa menopang Umat ber- Nyanyi, memampukan
Umat menyanyikan melodi Nyanyian dengan indah sambil menghayati jiwa kalimat-kalimat
lagu itu, dan mengucapkan kata-kata Nyanyian itu dengan jelas dan terang yaitu;
dengan artikulasi yang benar sesuai dengan aksentuasi lagu yang bersangkutan.
Dari pemaparan di atas maka sudah terjawab pertanyaan dalam latar belakang
mengenai peranan koor dalam ibadah gereja.
Koor sebenarnya bisa ada dan juga tidak dalam ibadah kebaktian minggu di
gereja HKBP Helvetia. Fungsi utama koor
itu yang perlu dipahami oleh seluruh anggota paduan suara yang ada agar dengan
demikian koor itu bukan menjadi ‘merusak’ atau membuat jemaat ‘berdosa’
melainkan kehadiran koor itu dalam ibadah kebaktian membuat jemaat semakin
dekat dengan hadirat Tuhan.
4.4. Aplikasi Pada Teori Fungsi Alan P. Merriam
Sesuai dengan konsep/teori
menurut Merriam mengenai fungsi musik secara umum, penulis ingin melihat teori
fungsi oleh Merriam dalam konteks di gereja HKBP Helvetia sebagai berikut:
1.
Fungsi
Pengungkapan Emosional. Koor yang dinyanyikan dalam gereja HKBP Helvetia
bukanlah semata mata hanya pengisi tata ibadah, tetapi nyanyian koor
disesuaikan juga dengan kalender HKBP. Penyesuaian ini dapat mendukung kotbah
dan lebih mempertajam pengungkapan makna iman dan perasaan yang tak dapat hanya
diungkapkan dengan kata-kata.
2.
Fungsi
Penghayatan Estetis. Nyanyian koor yang dinyanyikan bukanlah sekedar
penampilan, tetapi mengekspresikannya dalam cerminan pada sikap iman kepada
Kristus.
3.
Fungsi
Komunikasi. Melalui puji-pujian yang di-Nyanyikan oleh kelompok
paduan suara di gereja HKBP Helvetia dapat dipahami sebagai media komunikasi
yang dipercaya dengan Tuhan. Puji-pujian
yang dinyanyikan adalah untuk menyatakan kesaksian iman kepada dunia tentang
kebesaran Tuhan.
4.
Fungsi Perlambangan. Kehadiran koor dalam ibadah kebaktian secara
tidak langsung sudah menjadi simbol dari gereja HKBP secara umum. Hal ini
tertuang dalam kotbah tertulis Eporus HKBP dalam Almanak HKBP 2011 yang
menyatakan bahwa HKBP dikenal sebagai gereja yang bernyanyi.
5.
Fungsi
Kesinambungan kebudayaan. Melalui koor
dalam bahasa Batak Toba dipercaya bahwa melalui koor ini setidaknya
kesinambungan budaya dalam pemahaman bahasa Batak Toba akan berlanjut terus
selama HKBP itu ada.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Koor
tidak harus ada dalam ibadah kebaktian minggu di gereja HKBP Helvetia demikian
juga HKBP secara umum, ini dapat dilihat apa sebenarnya hakekat dari koor
tersebut dalam pandangan gereja. Bila
hakekat koor itu tidak sejalan dan hanya menjadi sumber ‘masalah’ dan
menimbulkan ‘perpecahan’ maka lebih baik koor dalam ibadah kebaktian
ditiadakan.
2.
Koor
pada hakekatnya mempunyai fungsi Didaktis (Pengajaran) dalam menanamkan Firman
Kristus. Gereja memandang koor sebagai sarana belajar dan mengajar tentang
Kristus (Efesus 5: 18-19).
3.
Fungsi
koor di HKBP HKBP Helvetia adalah: Sebagai wadah pendewasaan iman Jemaat
(anggota kelompok koor); Mampu menghibur dan menguatkan jemaat yang sedang
berduka/ kemalangan maupun dalam sukacita; Lambang kesuksesan; Komunitas koor
menjadi wadah bertukar pikiran baik dalam pergumulan kehidupan sehari-hari
maupun dalam hal pembicaraan tentang iman. Merupakan wadah pembelajaran musik
bagi anggota koor dan jemaat lainnya; Sebagai pendukung Thema minggu dan
kotbah.
4.
Aplikasikan
teori fungsi musik Alan P. Merriam dalam konteks di gereja HKBP Helvetia
adalah: fungsi pengungkapan emosional, fungsi penghayatan
estetis, fungsi komunikasi, fungsi perlambangan, dan fungsi kesinambungan budaya.
Saran
1. Para kelompok paduan suara hendaknya mempelajari
koor-koor yang dengan memahami unsur-unsur musik dengan baik sehingga lagu yang
dinyanyikan akan lebih baik.
2. Reportoar lagu lebih diperluas lagi, jangan hanya
menyanyikan lagu-lagu yang itu secara berulang-ulang, perlu ada penambahan lagu
baru dari komponis di luar orang Batak.
DAFTAR
PUSTAKA
Abineno, C. H. 2005. Unsur-unsur Liturgi. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
1993. Ibadah Jemaat.. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Anscar, Chupungco. 1987. Penyesuaian Liturgi Dalam Budaya.
Yogyakarta: Kanisius.
Brink. 1956. Ibadah
Mingu. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Ganap, Viktor. 1994. Mengapa Do Tetap. Yogyakarta: Yayasan
Pustaka Nustama.
Hibbert dan Mike. 1988. Pelayanan
Musik. Yogyakarta: Yayasan Andi.
Lembaga Alkitab
Indonesia. 2000. Holy Bible. Jakarta: LAI.
______________________. 2003. Alkitab.
Jakarta: LAI.
Lembaga Literatur Baptis.
1968. Pengetahuan Dasar Musik Gereja. Bandung:
Lembaga Literatur Baptis.
Pardede, Boho. 2011. Koor
Di Huria Kristen Batak Protestan: Analisis Sejarah, Fungsi dan Struktur Musik.
Tesis Magister Pengkajian Seni-Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
Siregar, Jannus.
1996. Tata Kebaktian Minggu HKBP. Pematang Siantar: Pecetakan HKBP.
Riwayat Hidup Penulis
_____________
Kartini RM Manalu, lahir di
Kampung Lalang, 21 April 1981. Sarjana Seni Musik (S1) Fakultas Bahasa dan Seni
(FBS) Universitas HKBP Nommensen, 2004.
Saat ini sedang Studi S2 di Prodi Magister Penciptaan dan Pengkajian
Seni dari Universitas Sumatera Utara (USU).
Dosen Tetap di Prodi Seni Musik Fakultas Bahasa dan Seni UHN.
[1] Istilah koor mempunyai pengertian sama dengan paduan suara
[2] Ibid.
[3] Ibid, hal., 5.
[4] James G, Salct and Percy M. Young, “Chorus”,The
New Grove dictionary of Musik and Musicians,Vol. 4, Macmillan Publisher
Ltd, (London : Macmillan Publisher Ltd, 1980)
[5] Ibid.
[6] Edwin Liemohn, The Organ
and Choir in Protestant Worship,Fortress Press, (Philadephia:1968)
[7] Koor Naposo Bulung sama artinya dengan
Koor Muda/I
[8] Wawancara dengan Pdt. S.J Hutagaol, S.Th tanggal
28 Desember 2011.
[9] Wawancara dengan Pendeta Ressort HKBP
Helvetia, Pdt. A. Hutabarat, S.Th, tanggal 11 November 2011.
[10] Wawancara dengan St. M.J Manalu, SE
tanggal 15 Desember 2011
[11]
wawancara dengan St. S. Sibarani
(Dirigen Koor Ama Gloria), tanggal 14 Januari 2012
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih atas Komentarnya, GBU